Oleh : Muhammad Farid
4. Kadar/Besaran
Kadar Infak :
Jika
infak itu wajib hukumnya, pertanyaannya : Berapa infak yang harus kita
keluarkan dari harta kita ? jawabnya adalah : Yang lebih dari
keperluan/kebutuhan :
”Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
infakkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. 2:219)
Untuk
bisa memahami ayat ini kita harus tahu dulu perbedaan
keperluan/kebutuhan (needs) dengan keinginan (wants). Kebutuhan manusia
terbatas. Sedangkan keinginan adalah sesuatu diluar kebutuhan dan tidak
terbatas. Manusia butuh makan tapi dibatasi oleh kapasitas perutnya.
Tapi manusia ingin (want) makanan yang lezat dan mewah. Manusia butuh
pakaian untuk menutupi auratnya, sedangkan keinginannya adalah pakaian
yang sesuai dengan mode dan mewah. Manusia butuh rumah untuk tempat
tinggal, sedangkan keinginannya adalah rumah megah. Manusia butuh
kendaraan sedangkan keinginannya adalah kendaraan yang mewah.
Kita
hidup di dunia ini hanya untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah bukan
untuk memuaskan keinginan. Keinginan dalam bahasa arab disebut ”hawa”.
Di alquran disebutkan kita tidak boleh mengikuti hawa nafsu
Hai
Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
(QS.38:26)
Kita tidak boleh mengikuti hawa
nafsu. Ada perbedaan antara nafsu dan hawa nafsu. Nafsu adalah fitrah
manusia seperti makan, minum dan hubungan biologis suami dan istri.
Karena itu manusia tidak akan bisa menahan nafsunya. Sebagaimana
disebutkan di Alquran :
”.... Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu…..” (QS.2:187)
Sedangkan hawa nafsu adalah keinginan yang buruk dan berlebihan diluar batas kebutuhan.
Kalau
kita sudah memahami bahwa tugas kita di dunia ini adalah untuk mengabdi
(ibadah) kepada Allah bukan menuruti keinginan (hawa nafsu), maka kita
bisa menerima dan memahami QS.2:219 dan QS.38:26 di atas. Menurut kedua
ayat tersebut kita hidup hanya sebatas kebutuhan. Kalau ada kelebihan
diluar kebutuhan harus diinfakkan. Karena diluar kebutuhan adalah hawa
nafsu yang akan menyesatkan kita dari jalan Allah.
Misalnya
penghasilan kita 10 juta. kebutuhan pribadi 3 juta sebulan maka sisanya
yang 7 juta harus diinfakkan kepada yang berhak. siapa saja yang
berhak? pertama anak dan istri. Kita harus memenuhi kebutuhan mereka
terlebih dahulu karena mereka yang terdekat dengan kita. Jika masih ada
kelebihan diinfakkan ke orang tua atau saudara jika mereka tidak
memiliki penghasilan. Jika masih ada kelebihan juga baru diberikan
kepada anak yatim dan fakir miskin..
Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Umar.
Umar
berkata; dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi nafkah
keluarganya dari hartanya dan bersedekah dengan kelebihannya… (HR.Abu
Daud No.2583)
Kita boleh menabung sepanjang ada
alasan atau kebutuhan yang jelas dan hendak kita tunaikan di masa
mendatang. Misalnya menabung untuk menikah dll. Jika tidak ada kebutuhan
yang jelas maka ingatlah bahwa kelebihan itu adalah milik orang lain
(fakir miskin, anak yatim dll) yang Allah titipkan dalam harta kita. Dan
harta itu harus dikeluarkan agar tidak menjadi ganjalan di hari akherat
kelak. Seperti Allah ingatkan dalam QS.9:34-35 :
34.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
35.
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan
itu."
17. Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama),
18. Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya. (QS.70:17-18)
Jaman
dulu uang bentuknya emas dan perak. Jadi kita tidak boleh menabung
kelebihan uang dan harta jika tidak ada kebutuhan yang jelas. Karena
harta itu sejatinya adalah milik fakir miskin, anak yatim dll.
Rasulullah
SAW bersabda: "Aku tidak menyukai bila aku memiliki emas sebesar gunung
Uhud, lalu aku membelanjakannya semua kecuali tiga dinar saja (yang aku
suka memilikinya) ". Dan sungguh mereka tidak berakal sama sekali, yang
mereka hanya mengumpulkan dunia. Tidak, demi Allah aku tidak akan
meminta dunia kepada mereka, dan aku tidak akan memberikan fatwa agama
ini untuk mereka hingga aku menemui Allah (HR.Bukhari No.1319)
Kita
boleh menggunakan kelebihan tersebut untuk investasi. Tapi kita harus
ingat kelebihan harta yang kita investasikan itu sebenarnya adalah milik
anak yatim dan fakir miskin, yang kita putar kembali untuk mendapatkan
hasil. Sehingga hasil dari investasi tersebut harus diberikan kepada
pemiliknya (fakir miskin, anak yatim dll)
Dalam Alquran ada Investasi dan perniagaan yang dijamin oleh Allah tidak akan rugi :
“Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan/menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri. (QS.Al Fathir, 35:29-30)
Mungkin
kita masih kurang yakin dengan manfaat memberikan kelebihan harta kita
kepada yang berhak, sehingga Allah harus bertanya kepada kita : “Apa
ruginya ?”
“Apakah kemudharatannya bagi mereka,
kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian dan
menafkahkan/menginfakkan sebahagian rezki yang telah diberikan Allah
kepada mereka ? dan adalah Allah Maha mengetahui Keadaan mereka.(QS.
4:39)
Keinginan (hawa nafsu) yang diluar kebutuhan
contohnya kita berbelanja sesuatu yang tidak kita butuhkan tapi kita
tetap membelinya hanya untuk memuaskan keinginan. Itulah yang disebut
boros. Allah mengingatkan :
26. Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar
kepada Tuhannya. (QS.17:26-27)
Termasuk
perbuatan boros atau mubazir adalah mengoleksi benda-benda berharga
seperti pakaian, sepatu, mobil dll. Kita mengoleksinya hanya untuk
memuaskan keinginan karena benda-benda koleksi tersebut tidak kita
gunakan. Padahal itu semua pada hakekatnya adalah rizki fakir miskin
yang dititipkan lewat kita tapi kita gunakan untuk memuaskan hawa nafsu.
Kita
membutuhkan kendaraan seperti mobil tapi hanya sebatas memenuhi
kebutuhan transportasi bukan untuk prestise (kebanggaan). Prestise akan
menimbulkan kesombongan.
Dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung. (QS.17:37).
Mobil
sekelas innova bisa dijadikan standar kebutuhan maksimal. Tapi mobil
sekelas Ferari yang berharga miliaran sudah masuk wilayah keinginan
bukan sekedar memenuhi kebutuhan lagi.
Ayat-ayat
di atas membuktikan bahwa Allah melarang umatnya untuk hidup
bermewah-mewahan karena di dalam kemewahan yang kita inginkan tersebut
ada harta orang lain yang Allah titipkan. Allah mengingatkan dalam
Alquran :
Dan biarkanlah aku (saja) bertindak
terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai
kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar. (QS. 73:11)
Dan
Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun,
melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:
"Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk
menyampaikannya". (QS. 34;34)
Maka mengapa
tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai
keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi,
kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami
selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya
mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka
adalah orang-orang yang berdosa. (QS. 11:116.)
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.
8. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (QS.102:1-8)
Jadi
jika ada yang bergelimang hidup mewah dan megah sejatinya dia sedang
memakan harta fakir miskin dan anak yatim yang Allah titipkan padanya.
Orang
yang ingin memuaskan hawa nafsu (keinginan)nya akan merasakan keberatan
dengan ayat ini. mereka menganggap bahwa harta yang mereka peroleh itu
adalah hak mereka sepenuhnya karena diperoleh dari usaha dan kepintaran
yang mereka. Padahal harta itu sebenarnya adalah ujian buat mereka.
Kemudian
apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah
karena (usaha) kami". dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka
lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang
besertanya. ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(QS. 7:131)
Maka apabila manusia ditimpa bahaya
ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari
Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku". sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu
tidak mengetahui. (QS. 39:49.)
Allah juga mengingatkan agar kita tidak boleh berlebih-lebihan.
Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS.7:31)
Pertanyaannya,
apa ukurannya berlebih-lebihan? Harus ada ukurannya. Ukurannya adalah
kebutuhan. Jika ada kelebihan atas kebutuhan maka harta itu milik fakir
miskin, anak yatim dll yang harus diberikan kepada mereka.
Kadar Zakat
Seperti
telah diterangkan di atas, latabelakang zakat adalah kompensasi atas
keburukan yang tidak bisa kita tinggalkan dalam bekerja atau berdagang.
Kita mencampur antara kebaikan (bekerja, berdagang dll) dengan perbuatan
buruk (polusi, limbah dll). Karena itu kadar zakat yang dikeluarkan
mestinya sebanding dengan dampak buruk yang dihasilkan. Disinilah
pentingnya peran Pemerintah dan Ulama dalam menghitung kompensasi
tersebut.
Dampak buruk pertanian, peternakan
dan perdangangan berbeda-beda. Itulah mengapa kompensasi atau kadar
zakatnya pun berbeda-beda. Kalau zaman Nabi dahulu dimana aktifitas
utama adalah berdagang dengan mamakai onta atau kuda, dampak buruknya
adalah debu dan kotoran kuda atau onta sehingga zakatnya hanya 2,5
persen.
Tapi sekarang di era teknologi dan
industri seperti ini, dampak buruk yang dihasilkan tentu lebih besar
dari sekedar debu dan kotoran kuda/onta. Kompensasinya lebih besar lagi.
Sehingga kadar zakat yang harus dibayar semestinya lebih dari 2,5
persen. Setiap sektor mempunyai dampak buruk yang berbeda-beda. Sektor
perdagangan misalnya lebih rendah dari sektor industri. Bisa jadi sektor
perdagangan atau jasa kadar zakatnya sampai 10-15 persen karena
menimbulkan polusi. Sedangkan sektor industri bisa sampai 20 persen.
Penentuan kadar zakat harus diputuskan oleh Pemerintah dan Ulama.
Disinilah peran negara, ulama dan amil untuk mengukur dampak keburukan
dan menentukan kadar zakatnya.
Nabi menentukan
kadar zakat berdasarkan keburukan yang dihasilkan setiap sektor usaha.
Dan sesuai perkembangan jaman dan tekonologi, dimana keburukan meningkat
maka kadar zakatnya pun harus disesuaikan.
Sebelum
saya tahu hal ini, saya memohon petunjuk kepada Allah agar ditunjukkan
berapa zakat yang harus dikeluarkan menurut Alquran. Tiga hari saya
shalat sambil menangis bersujud memohon petunjuk kepada Allah. Kemudian
saya membeli nasi bungkus. Nasi ayam saya berikan kepada fakir miskin,
sedangkan saya makan nasi tempe. Setelah itu di kamar saya melihat
seekor nyamuk hinggap di atas tumpukan buku saya. Saya lihat nyamuk itu
mengeluarkan cairan dari perutnya. Seperti mengeluarkan kotoran.
Saya
terkesima dan tertegun menatapnya. Teringat akan Surat Albaqarah ayat
26 bahwa Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang
lebih rendah dari itu. Saya buka kembali QS.Attaubah, 9:102-103. Padahal
sebelumnya ayat itu sudah saya baca berungkali. Tapi kali ini saya baru
mendapat pemahaman zakat itu adalah kompensasi atas perbuatan buruk
tidak bisa ditinggalkan akibat perbuatan baik (usaha) yang kita
kerjakan.
Kadar zakat dan Infak yang wajib dikeluarkan :
Zakat
: Kadarnya disesuaikan dengan besarnya dampak buruk yg dihasilkan.
(QS.9:102-103) Besarannya diatur oleh Negara melalui fatwa ulama
Infak : Yang lebih dari keperluan/kebutuhan (QS.2:215)
>> Baca Bagian 5, Klik Disini!!!
>> Kembali Ke Bagian 3
>> Baca Bagian 5, Klik Disini!!!
>> Kembali Ke Bagian 3