Oleh : Muhammad Farid
5. Waktu mengeluarkan.
Infak :
6:141.
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Sebelumnya
kita sudah mengetahui dan memahami bahwa mengeluarkan hak orang lain
dari penghasilan kita adalah bagian dari infak. Ayat di atas menyebutkan
mengeluarkan hak orang lain harus dilakukan ketika memetik hasilnya
yaitu ketika panen atau gajian. Mekanismenya kita hitung dahulu
kebutuhan kita pribadi, kebutuhan anak istri, orang tua atau saudara
terdekat yang fakir dan miskin kemudian kalau masih ada sisanya
diberikan untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin yang lebih jauh.
Kita
tentu tidak senang jika gaji kita dibayarkan terlambat. Begitu juga
Allah tidak senang jika amanahnya ditahan selama berhari-hari. Allah
ingin amanahnya ditunaikan hari itu juga setelah kita mendapatkan gaji
atau penghasilan. Karena di hari itu banyak fakir miskin yang belum
terpenuhi kebutuhannya.
Zakat :
9:103.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan shadaqoh (zakat) itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
ayat
di atas diawali dengan kalimat ”ambillah”, sedangkan di ayat lain
disebutkan zakat ada pengurusnya (amil). Sehingga yang berhak mengambil
zakat adalah amil zakat karena mereka yang mengetahui berapa kadar zakat
yang harus kita keluarkan. Mereka seperti petugas pajak yang mempunyai
wewenang menghitung dan mengambil pajak yang harus kita bayarkan.
Jaman
nabi dahulu, amil memungut pajak dari rumah ke rumah. Zakat dibayar
ketika ada amil yang datang mengambilnya. Dalam kondisi tidak ada amil
yang amanah atau representatif, zakat bisa kita bayarkan langsung kepada
penerimanya. Zakat dibayar setiap satu tahun sekali dan jika telah
mencapai nishab. Tapi jika dirasa berat maka boleh dicicil sebulan
sekali.
Nishab adalah batasan kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah termasuk orang kaya
yang wajib zakat (muzakki) atau orang miskin yang menerima zakat. Itulah
ukuran kesejahteraan seseorang.
Perbedaan waktu mengeluarkan zakat dan infak :
Zakat
: Ketika Amil datang (QS.9:103). Kalau menurut ketentuan Nabi, setahun
sekali (khaul). Tapi kalau dirasa berat boleh dicicil per bulan.
Infak : Ketika memetik hasil/gajian (QS.6:141)
Doa amil zakat
Infak
tidak ada aturan khusus sehingga bisa langsung diberikan kepada yang
berhak menerimanya. Dan tidak ada aturan khusus proses penyerahannya.
Sedangkan proses penyerahan zakat diatur secara khusus dalam Alquran.
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu
itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui. (QS.9: 103)
Amil sebagai
pengurus yang diberi kewenangan untuk menghitung dan mengambil zakat
juga ditugaskan untuk mendoakan pemberi zakat. agar zakat yang
dibayarkan bisa membersihkan mereka dari dampak buruk seperti pernyakit
dll dan menyucikan mereka dari dosa. Di ayat tersebut disebutkan
”washalli alaihim” artinya ”mendoalah untuk mereka”. sehingga doa amil
seharusnya sebagai berikut ”Allahumma shalli ala fulan wa ala ali fulan
(nama pembayar zakat)” yang artinya ”Ya Allah berikankah rahmat kepada
fulan dan keluarganya”
Setelah saya cek di hadis, ternyata kesimpulan saya tentang doa amil zakat ini sesuai dengan hadis sebagai berikut :
Adalah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila suatu kaum datang kepadanya
dengan membawa shadaqah mereka, Beliau mendo'akannya: "Allahumma shalli
'alaa aali fulan" (Ya Allah berilah rahmat kepada keluarga fulan"). Maka
bapakku mendatangi Beliau dengan membawa zakatnya., maka Beliau
mendo'akanya: "Allahumma shalli 'alaa aalii abu awfaa". (Ya Allah,
berilah rahmat kepada keluarga Abu Awfaa").(HR.BUKHARI no.1402. abu
daud, nasai dan ahmad)
Yakin dengan janji ALLAH
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.“ (QS.Al A’raf, 7:96)
Jangan sampai menyesal
“Dan
nafkahkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata:
"Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai
waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang shaleh?“ (QS.63:10)
Mengapa
ketika kita mau meninggal inginnya bersedekah bukan shalat ? Karena
ketika mau meninggal kita tersadar masih meninggalkan deposito atau
simpanan yang belum diberikan kepada yang berhak yaitu fakir miskin anak
yatim dll. Kita tersadar kalau simpanan itu yang akan digunakan untuk
menyiksa kita kelak. Karena itu kita minta waktu sejenak untuk
menyedekahkan harta simpanannya untuk orang-orang yang berhak
menerimanya. Tapi waktunya sudah habis. Yang tersisa adalah penyesalan.
Semoga Bermanfaat.
Muhammad Farid
083813503010 (WA)
Tambahan :
Jika
kadar infak yang lebih dari kebutuhan itu bisa dilaksanakan oleh umat
Islam, saya yakin dana yang dikelola oleh lembaga amil zakat dan infak
melebihi uang yang dikelola oleh perbankan. Karena Umat islam dilarang
menabung jika tidak punya kebutuhan yang jelas. Karena kelebihan itu
bukan milik kita tapi milik anak yatim, fakir miskin yang harus
diberikan bukan ditabung atau disimpan di bank.
Kita
butuh data anak yatim dan fakir miskin agar kelebihan dana yang
berlimpah itu bisa disalurkan kepada mereka. Atas dasar itu saya
menggagas program Indonesia Bersaudara. Program ini menghubungkan si
kaya dengan si miskin. Agar si kaya bisa menyalurkan kelebihannya kepada
si Miskin melalui Lembaga Amil Zakat dan Infak.
Contoh
yang saya lakukan dalam praktek kecil adalah mendata fakir miskin
kemudian menyantuninya setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bentuknya bisa berupa tunai dan atau kebutuhan pokok seperti beras,
telur, minyak sayur dll. Mengapa bentuknya bantuan langsung tunai ?
Karena kita tidak dituntut atau diwajibkan untuk memberikan kekayaan
bagi mereka. Kewajiban kita adalah memberikan hak mereka yang Allah
titipkan dalam harta kita.
Jika kebutuhan
hidupnya sudah tercukupi, baru kita berpikir meningkatkan taraf hidup
mereka melalui program-program pemberdayaan seperti keterampilan usaha
dll.
Ada yang pesimis, zakat 2,5% saja banyak
umat islam yang enggan melakukannya apalagi zakat 5 sampai 20%, atau
bahkan menginfakkan kelebihan hartanya. Alquran memberikan solusi agar
umat Islam mau melaksanakan itu semua. Dengan sukarela maupun terpaksa.
Tapi saya tidak bisa sampaikan itu sebelum kajian ini dipahami dan
diyakini. Jika kajian ini bisa dipahami dan diyakini kebenarannya baru
saya akan sampaikan kelanjutannya berupa solusi agar umat mau menunaikan
zakat dan infak sesuai Alquran.
>> Kembali Ke Bagian 4
>> Kembali Ke Bagian 4